Berdasarkan Arysio Santos, dalam bukunya "Atlantis The Lost Continent Finally Found" dikatakan bahwa benua yang hilang itu berada di timur jauh dan barat jauh, dan benua yang hilang itu berada di antara benua Amerika dan Afrika, dan menurut beliau benua itu bukanlah samudra Atliantik yang kita kenal dalam dunia modern sekarang, melainkan benua Hindia (Indonensia sekarang), ia berada di antara dua samudra, yaitu pasifik dan Hindia, kemudian negeri yang bermartabat itu memiliki kesejahteraan yang tinggi, berbudi mulia, "tanah suci" tanah yang keramatkan, masyarakatnya sejahtera, tetapi sekarang negeri itu telah lenyap hanya karena kebobrokan pemimpinnya, maka dilanda bencana dasyat dan sampai sekarang negeri itu abadi di dalam lautan, dan tinggal gunung-gunung tinggi yang menjulang, dan kini menjadi daratan yang dikenal sekarang sebagai Indonesia.
Prof.
Santos melihat itu ada di Indonesia, tetapi kalau kita lihat lebih jauh
lagi, maka pertemuan dua samudra itu berada di Wakatobi, oleh karena
itu, Entah sengaja atau tidak sengaja, pemerintah kabupaten Wakatobi
menetapkan Visi Wakatobi sebagai "Surga nyata Bawah laut di jantung segi
tiga karang dua" merupakan daerah surga yang sejak dulu sudah dikenal
dalan berbagai kitab suci agama-agama kuno.
Keindahan
bawah Laut Wakatobi, bukanlah hal yang baru, tetapi dalam berbagai
naskah kuno dunia, dalam berbagai peradaban di dunia menyebutkan bahwa
daerah "Surga itu" merupakan taman-taman yang indah, ditumbuhi
bunga-bunga dan segala keindahannya, dan juga dihuni oleh orang-orang
yang "suci" orang-orang yang berbudaya dan bermartabat. Tentunya ini
membutuhkan penelitian yang lebih jauh lagi, karena negeri Atlantis
menurut Prof. Santos adalah negeri yang bercirikan pantai yang indah
yang menghadap ke dua samudra.
Tentunya,
ini adalah sebuah kebetulan atau disengaja, maka untuk mewujudkan
Wakatobi sebagai "negeri Surga nyata bawah laut" diperlukan beberapa
persyaratan yang dikemukakaan oleh Prof. Santos tentang manusia yang
mendiami negeri surga yang kaya raya itu, bahwa orang-orang yang
mensucikan dirinya, melenyapkan nafsunya, terutama untuk kepentingan
pribadi dan golongannya, tetapi orang-orang yang mementingkan
kepentingan keadilan dan kesejahteraan rakyatnya. Mereka itulah yang
menghuni daerah “surga” itu.
Kalau
kita merujuk jauh ke dalam sejarah dan peradaban Buton yang merupakan
induk dari Wakatobi di masa Lalu, orang-orang tua buton dapat
dikategorikan sebagai generasi yang bermartabat, dan negeri yang
disucikan (paling tidak) menurut pandangan dunia mereka. Tetapi kalau
kita melihat paham Kangkilo dalam masyarakat Buton sebagai soft structure berpikir mereka, maka kita dapat memahami mengapa negeri itu disebut sebagai "surga" dan mengapa negeri itu "disucikan".
Dalam
Faham Kangkilo, orang buton mengenal bagaimana cara agar ia dapat
mensucikan dirinya, baik lahir maupun batinnya. Merek mengenal kangkilo
awal maupun Kangkilo akhir. Dengan mensucikan dirinya, maka orang Buton
atau orang Wakatobi tidak akan mengambil materi yang bukan haknya, dan
masyarakat Wakatobi -Buton juga tidak akan mengotori Tanahnya dengan
Kelakuannya, perkataannya, matanya, tangannya, dan kotorannya. Sehingga
kata "surga" atau tanah yang "disucikan" dalam pemikiran Prof. Santos
sebagaimana di buku tersebut, memiliki referesni untuk menuju ke negeri
para resi yaitu negeri Buton atau negeri dimana faham Kangkilo itu
pernah ada atau pernah dihidupkan. Namun di akhir kesadaran ini
"terbersit senyum pahit" sebab pertanyaan mulai muncul, Masikah faham
Kangkilo itu menjadi milik masyarakat Buton? hanya mereka yang dapat
menjawabnya sekarang. Dan kalau Syarat Kesucian itu tidak ada lagi, maka
impian Prof. Santos untuk mendapatkan negeri yang hilang atau "Surga"
itu jangan berpikir untuk merujuk kepada Buton terlebih pada Buton hari
ini.
Di
sisi yang lain, Wakatobi yang merupakan bagian dari Buton dan kini
menjadikan "Surga Nyata Bawah Laut" sebagai Visinya, apakah telah
menyadari syarat itu untuk mewujudkan negeri “Surga” dan “tahan yang
disucikan” itu? Maka tentunya sebagai negeri para resi atau masa
lalunnya negeri yang indah dan sejahtera sebagaimana cita-cita Wakatobi
dewasa ini, syarat yang disebutkan Prof. Santos sebagai negeri yang
hilang itu, harusnya dimiliki oleh masyarakat Wakatobi. Karen tampa
menciptakan manusia yang suci, yang berkeadilan, damai dan Sejahtera,
maka impian Wakatobi hanyalah sebuah mimpi yang tidak akan pernah
terwujud, peta Atlantis Prof. Santos, harus dijauhkan dari daerah ini,
walaupun secara geografis Wakatobi berada pada pertemuan laut dari dua
Samudra, yaitu laut Banda (pasifik) dan laut Flores (Samudra Hindia).
Hanya
saja, pertanyaannya adalah apakah faham Kangkilo sebagai kekuatan
kultural dan menjadi syarat negeri "surga" yang menjadi misi Wakatobi
saat ini masih dipahami atau diamalkan dalam kehidupan masyarakat
Wakatobi - Buton? Tentunya, ini hanya dapat dijawab oleh generasi
Wakatobi - Buton hari ini. Hal ini, Syarat mutlak dari seluruh ajaran
agama di dunia, baik dalam dunia tradisional maupun modern, kesucian
menjadi prasayarat untuk hidup di dunia “surge” atau apa yang disebut
dalam bahasa Arab disebut sebagai Jannah yang berarti taman.
Untuk
mendeteksi apakah masyarakat Wakatobi masih menggunakan Faham Kangkilo
sebagai syarat masyarakat "Surga' dalam buku Atlantis tersebut, dapat
dilihat dari pola hidup mereka sekarang ini. Misalnya, masihkah mereka
menjaga kesucian diri mereka dari memakan makanan yang dapat mengotori
tubuh, pikiran dan jiwa mereka, misalnya korupsi, mencuri, merampok dan
lain-lian yang dapat dikategorikan bukan haknya, atau sekurang-kurangnya
adalah hak orang lain? atau mampukan mereka mensucikan lingkungannya
dengan tidak mengotori lingkungannya dan manusianya dengan kotoran
fisiknya, misalnya perkataanya yang menyakitkan orang lain, perbuatanya
yang menyakiti orang lain, perbuatannya yang merusak lingkungan? atau
dalam bahasa agamanya, sudahkah dia adil dalam kehidupan pribadi maupun
sosialnya?
Saya
kira, dongeng mengenai Benua Atlantis yang di ceritakan oleh Plato,
agama-agama besar di dunia, Hindu, Budha, Islam, Kristen dan Yahudi itu
dan terakhir adalah wacana narasi yang ditulis oleh Prof. Santos harus
ditangkap maknanya, bahwa jika di dalam suatu negeri itu dipinpin oleh
pemimpin yang pembohong, serakah, tamak, dan bajingan, maka negeri itu
bukan menuju kepada suatu tatanan masyarakat sejahtera sebagaimana
dongeng negeri "surga' itu, tetapi justu akan menuju kepada suatu
kehancuran yang mengerikan dan bisa jadi akan menjadi negeri yang
tenggelam kambali sebagai kutukan yng diberikan kepada masyarakat
Atlantis yang hilang itu. Demikian juga dengan Buton yang banyak
disebutkan sebagai negeri para resi, tetapi sekarang, apakah masih
pantas, kalau seluruh kehidupan masyarakatnya sudah dipenuhi dengan
intrik politik yang kotor yang lahir dari orang-orang yang tidak lagi
mengenal dirinya dan kediriannya, "Kangkilo" sebagai prasyarat telah
menghilang darinya.
Oleh
karena itu, Visi Wakatobi, "Surga Nyata Bawah Laut di Jantung Segi Tiga
Karang Dunia" merupakan simbolisasi sepanjang sejarah umat manusia
dimana benua Atlantis yang merupakan pertemuan dua samudra dapat
dipahami. Hanya saja untuk mewujudkan “Surga Nyata” tersebut, dituntut
agar manusia di daerah itu memiliki karakteristik sebagai orang-orang
yang mampu mensucikan dirinya dari segala pemikiran, jiwa dan tindakan
yang dapat mengotori diri dan keluarganya, sehingga akan terlahir suatu
komunitas yang indah di dalam taman "Surgawi” yang diidamkan oleh
masyarakat Wakatobi di masa depan. Sekaligus yang dicari oleh umat
manusia selama berabad-abad dalam upaya mengangkat kembali tata
masyarakat baru yang diidamkan oleh seluruh peraban manusia.
Peta Atlantis yang Hilang di mana Wakatobi berada.
0 komentar:
Posting Komentar